A.
Bidang Politik
Harus
diakui, perubahan
sistem politik di Indonesia yang berjalan sangat cepat sejak
reformasi 1998 tidak
sepenuhnya berada di dalam kontrol kaum pergerakan, untuk tidak dikatakan telah
jatuh ke tangan kelompok ideologis lain. Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa kekuatan liberal yang memasukkan ide-ide liberalisasi politik sekaligus
liberalisasi ekonomi, lebih dominan. Jika pun terjadi sirkulasi kepemimpinan
elit politik di negeri ini, sesungguhnya perputaran itu sekaligus menyingkirkan
kalangan “kiri” dan “sosial-demokrasi”, meski ide reformasi sebetulnya digagas
oleh kelompok ini. Berbagai alasan penyebab bisa diuraikan, namun yang paling
pokok adalah kegagalan membangun organisasi strategis
di dalam mengarahkan perubahan. Kaum kiri dan sosial-demokrat, selain miskin
inovasi di dalam menyusun skema organisasi perjuangannya, juga gagal meyakinkan
publik mengenai platform perjuangan yang lebih praktikal. Kebiasaan berwacana
di tataran “ideologi abstrak” menyebabkannya tak begitu mendapatkan dukungan
publik yang lebih luas, selain persoalan-persoalan konflik internal yang tak
berkesudahan. Oleh karena itu, dengan gampang desain kaum liberal “diterima”
menjadi desain baru sistem politik Indonesia, sementara sistem ekonomi
kapitalistik tinggal meneruskan skema ekonomi Orde Baru dengan berbagai polesan
kecil ditambah penetrasi ide neoliberalisme ke dalam sistem ekonomi. Penguasaan
yang lemah akan modal sosial, finansial dan jaringan sosial-politik yang
miskin, ditambah miskinnya kreasi, mendorong kaum kiri dan sosial-demokrat
berada di pinggiran.
Dalam
posisi seperti inilah kemudian format ketatanegaraan kita disusun, dimana
dominasi kaum liberal menjadi begitu dominan, selain kelompok pragmatis yang
memang merupakan pemain lama di dalam pentas politik dan ekonomi nasional, kita
sebut saja sebagai “broker politik dan ekonomi” suatu istilah yang mungkin secara
akademik kurang tepat. Tidak heran, bila kemudian arah reformasi sistem politik
menjadi hampir tidak terkawal. Perubahan konstitusi mau pun akibatnya terhadap
perubahan institusi dan norma perilaku berpolitik, kebijakan dan praktek
politik pemerintahan jauh dari apa yang dicita-citakan kaum kiri dan
sosial-demokrat.
B.
Bidang Sosial
Perubahan politik di Indonesia sejak bulan Mei 1998
merupakan babak baru bagi penyelesaian masalah Timor Timur. Pemerintah
Indonesia yang dipimpin oleh Presiden B.J. Habibie telah menawarkan pilihan,
yaitu pemberian otonomi khusus kepada Timor Timur di dalam Negara Kesatuan RI
atau memisahkan diri dari Indonesia.
Melalui perundingan yang disponsori oleh PBB, di New
York,Amerika Serikat pada tanggal 5 Mei 1999 ditandatangani kesepakatan
tripartit antara Indonesia, Portugal, dan PBB untuk melakukan jajak
pendapat mengenai status masa depan Timor Timur.
PBB kemudian membentuk misi PBB di Timor Timur atau United Nations Assistance Mission in East Timor (UNAMET). Misi ini bertugas melakukan jajak pendapat. Jajak pendapat diselenggarakan tanggal 30 Agustus 1999. Jajak pendapat diikuti oleh 451.792 penduduk Timor Timur berdasarkan kriteria UNAMET. Jajak pendapat diumumkan oleh PBB di New York dan Dili pada tanggal 4 September 1999.
PBB kemudian membentuk misi PBB di Timor Timur atau United Nations Assistance Mission in East Timor (UNAMET). Misi ini bertugas melakukan jajak pendapat. Jajak pendapat diselenggarakan tanggal 30 Agustus 1999. Jajak pendapat diikuti oleh 451.792 penduduk Timor Timur berdasarkan kriteria UNAMET. Jajak pendapat diumumkan oleh PBB di New York dan Dili pada tanggal 4 September 1999.
Hasil jajak
pendapat menunjukkan bahwa 78,5% penduduk Timor Timur menolak menerima otonomi
khusus dalam NKRI dan 21,5% menerima usul otonomi khusus yang ditawarkan
pemerintah RI. Ini berarti Timor Timur harus lepas dari Indonesia. Ketetapan
MPR No. V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat Rakyat di Timor Timur
menyatakan mencabut berlakunya Tap. MPR No. V/MPR/1978. Selain itu, mengakui
hasiljajak pendapat tanggal 30 Agustus 1999 yang menolak otonomi khusus.
Pengalaman lepasnya Timor Timur dari Indonesia menjadikan pemerintah lebih waspada terhadap masalah Aceh dan Papua. Sikap politik pemerintah di era reformasi terhadap penyelesaian masalah Aceh dan Papua dilakukan dengan memberi otonomi khusus pada dua daerah tersebut.
Pengalaman lepasnya Timor Timur dari Indonesia menjadikan pemerintah lebih waspada terhadap masalah Aceh dan Papua. Sikap politik pemerintah di era reformasi terhadap penyelesaian masalah Aceh dan Papua dilakukan dengan memberi otonomi khusus pada dua daerah tersebut.
Untuk lebih memberi perhatian dan semangat pada
penduduk Irian Jaya, di era kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid nama Irian
Jaya diganti menjadi Papua. Pemerintah pusat juga memberi otonomi khusus pada
wilayah Papua.
Dengan demikian, pemerintah telah berusaha merespon
sebagian keinginan warga Papua untuk dapat lebih memaksimalkan segala
potensinya untuk kesejahteraan rakyat Papua sendiri. Meskipun begitu, masih
saja terjadi usaha untuk memisahkan diri dari NKRI, terutama yang dipimpin oleh
Theys H. Eluoy, Ketua Presidium Dewan Papua.
Keinginan sebagian rakyat untuk merdeka telah
menyebabkan pemerintah bertindak keras. Apalagi setelah pengalaman Timor Timur
dan pemberian otonomi khusus pada rakyat tidak memberikan hasil maksimal. Pada
masa pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri, Aceh telah mendapat otonomi
khusus dengan nama Nanggroe Aceh Darussalam. Namun, keinginan baik pemerintah
kurang mendapat sambutan sebagian rakyat Aceh.
Agar keadaan tidak makin parah, pemerintah pusat
dengan persetujuan DPR, akhirnya melaksanakan operasi militer di Aceh. Hukum
darurat militer diberlakukan di Aceh. Para pendukung Gerakan Aceh Merdeka
ditangkap. Namun demikian, operasi militer juga tetap saja menyengsarakan warga
sipil sehingga diharapkan dapat segera selesai.
Keadaan yang tidak aman dan banyaknya teror bom memperburuk citra Indonesia
di mata internasional sehingga banyak investor yang batal menanamkan modal di
Indonesia. Kondisi politik Indonesia yang kurang menguntungkan tersebut
diperparah dengan tidak ditegakkannya hukum dan hak asasi manusia (HAM)
sebagaimana mestinya.

